Sunday, 29 July 2018

Beberapa waktu ini, salah satu isu yang hangat di masyarakat adalah tentang penerapan peraturan zonasi untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Banyak pro kontra menanggapi kebijakan baru Permendikbud No. 14 Tahun 2018 yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ini.

Anak pintar itu penting di semua sekolah, di samping bisa mengembangkan diri lebih leluasa juga mengatrol teman-temannya yang masih tertinggal secara akademik. Bagus sekali dalam membangun rasa kesetiakawanan, - Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumber: Detik.com

Menurut saya, kebijakan ini merupakan salah satu pengamalan sila ke-5 yaitu "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Demikian pula yang dikatakan oleh Bapak Muhadjir, bahwa peraturan zonasi diadakan untuk mengurangi stigma sekolah favorit dan non-favorit. Saya sepakat dengan pernyataan ini. Di Kota Semarang, pada saat saya masih sekolah SMP dan SMA dulu, banyak sekali murid yang rumahnya di pinggiran kota berbondong-bondong untuk bersekolah di tengah kota. Hal ini juga tentunya karena kawasan-kawasan permukiman di Kota Semarang menyebar tak beraturan baik ke Barat (Mangkang, Ngaliyan, Mijen dan sekitarnya), Timur (Tlogosari, Pedurungan, Plamongan dan sekitarnya), Utara (Tanah Mas dan sekitarnya) maupun Selatan (Gunungpati, Tembalang & Banyumanik). Sekolah-sekolah di pusat kota, sebut saja seperti SMP 2, SMP 3, SMP 5, SMA 1, SMA 3 dan SMA 5 Semarang menjadi incaran banyak murid dan orang tua murid.

Padahal, dari beberapa sekolah "favorit" yang saya sebut diatas, tidak ada satupun diantaranya yang lingkungan sekitarnya adalah permukiman, terutama permukiman baru yang dihuni keluarga dengan anak usia sekolah. Dominasi penggunaan lahan di kawasan sekitar sekolah tersebut sudah menjadi perdagangan dan jasa. Kebijakan baru ini tentu masih memiliki banyak kekurangan lain. Kekurangan pertama tentu dari segi persebaran fasilitas pendidikan. Hal ini saya rasa lumrah terjadi di Indonesia. Sebagai seseorang yang belajar di sekolah perencanaan, saya beberapa kali melakukan analisis tentang jangkauan pelayanan sarana dan prasarana, termasuk sarana pendidikan. Dari beberapa wilayah yang pernah menjadi studi kasus, sebagian besar daerah hanya tercover oleh sarana pendidikan dasar atau SD. Masih banyak daerah yang belum masuk dalam jangkauan pelayanan SMP dan SMA.

Berikut beberapa hasil tugas saya dan teman-teman yang terkait dengan jangkauan pelayanan sarana pendidikan. Peta yang saya bagikan adalah hasil tugas Studio Perencanaan di 4 kecamatan di Kabupaten Semarang yaitu Kecamatan Tengaran, Susukan, Suruh dan Kaliwungu. Kelompok kami biasa menyebutnya sebagai wilayah Tengaran Raya.




Peta tersebut adalah gambaran tentang pelayanan SD. Sebagian besar memang sudah terlayani dan tercukupi. Seperti yang dikatakan di awal bahwa rata-rata wilayah hanya terjangkau oleh sarana SD saja.







Untuk pelayanan SMP, bisa dilihat pada peta mulai bermunculan warna merah yang pada legenda berarti pelayanan tidak mencukupi/kurang.






Kami juga membagikan kuesioner terkait preferensi pemilihan sekolah. Lebih dari 50% warga di Kab. Semarang bahkan memilih untuk sekolah di Kota Salatiga atau Kab. Boyolali daripada di wilayahnya sendiri. Saya rasa ini yang terjadi selama ini di daerah di Indonesia. Stigma sekolah favorit dan non-favorit.





Sedangkan hasil untuk SMA, 75% Wilayah Tengaran Raya belum dapat memenuhi standar pelayanan sarana pendidikan SMA.










Sama seperti SMP, preferensi masyarakat memilih sekolah SMA cenderung keluar daerah daripada di dalam wilayahnya sendiri.





Hasil diatas hanya sebagian kecil dari kondisi persebaran fasilitas pendidikan di Indonesia. Saya rasa wilayah-wilayah lain termasuk perkotaan juga masih mengalami ketimpangan ini. Sebut saja di Kota Semarang, kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam daerah pinggiran seperti Ngaliyan, Mijen Gunungpati tidak memiliki sekolah sebanyak kecamatan yang lokasinya berada lebih ke pusat kota.
Tantangan 1 sistem zonasi: pemerataan persebaran fasilitas pendidikan.

Sebenarnya Indonesia pun sudah punya standar tentang sarana pendidikan, seperti di bawah ini:

SNI 03-1733-2004
Menurut SNI, radius pencapaian SMA sebagai sekolah tingkat paling tinggi saja hanya 3.000 m atau sekitar 3 km. Dulu, sekolah SMP saya jaraknya 15 km dan sekolah SMA saya jaraknya 10 km. Tentu saja, untuk mengejar si sekolah favorit tadi.

Hal baik lain tentang kebijakan zonasi jika diterapkan secara tepat: Mengurangi kemacetan!
Bayangkan saja di SMA 1, 3, 5 ataupun SMP 2, 3, 5 muridnya berasal dari seluruh penjuru Kota Semarang. Saya, waktu SMP menempuh 15 km dan waktu SMA menempuh 10 km. Memang sih, sekolah-sekolah favorit di tengah kota tersebut dilewati oleh transportasi umum. Apalagi sekarang melihat Kota Semarang rute BRT nya sudah semakin banyak, jadi anak sekolah bisa terakomodir meskipun dari pinggiran bersekolah ke pusat kota. Tetapi, bayangkan kalau zonasi ini berjalan dengan baik, pergerakan sehari-hari masyarakat (khususnya anak sekolah) tidak akan lebih dari radius 5 km. Dan saya rasa efek baiknya banyak:

  • Menghemat cost (terutama untuk transportasi)
  • Mengurangi pergerakan (yang berarti mengurangi jumlah kendaraan di jalan, yang berarti mengurangi kemacetan)
  • Mengurangi kendaraan di jalan, berarti mengurangi polusi
  • Mengurangi polusi berarti menyehatkan masyarakat
  • Menyehatkan masyarakat dan mengurangi kemacetan berarti,
  • Membahagiakan masyarakat!
Ini efek domino atau bahasa kerennya, multiplier effect yang bisa saja terjadi dari kebijakan ini. Sungguh, menurut saya kebijakan zonasi ini tidak hanya menguntungkan dari sisi pemerataan akademis siswa saja tapi juga untuk urusan perkotaan hehehe :)

Tantangan 2: Kecurangan
Merubah mindset masyarakat dan Menghapus Stigma Sekolah Favorit

Saya rasa tantangan kedua ini juga menarik. Terutama menghapuskan mindset masyarakat tentang harus bersekolah di sekolah favorit atau sekolah di pusat kota. Ini saya rasa akan sulit terutama kalau masyarakat belum paham betul apa tujuan dari kebijakan ini.

Efek dari sistem zonasi yang juga sudah ramai dibicarakan adalah tentang penggunaan Surat Keterangan Miskin dan Sertifikat atau Piagam Lomba palsu. PR berikutnya dari Pemerintah adalah untuk evaluasi sistem poin ini. Apalagi, tidak ada batasan kuota untuk murid yang menggunakan SKM. 

Bukan bukan, bukannya saya tidak setuju memudahkan siswa miskin, tapi mungkin perlu diperketat. Ditambah kuota, dengan kriteria nilai juga lebih baik. Hal memprihatinkan lain dari SKM ini adalah bahwa tidak ada batasan nilai. Saya rasa itu kurang fair, karena meskipun miskin ada baiknya ada ketetapan nilai standar yang ditentukan jadi siswa akan bersungguh-sungguh dalam belajar. Contoh nyatanya, ada calon siswa dengan nilai rata-rata 8 tidak diterima. Kalah dengan calon siswa miskin yang rata-ratanya 3. Fair enough?

Selain itu juga memperketat penggunaan SKM ini. Banyak yang jelas-jelas tidak miskin tapi meminta SKM hanya untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah yang dianggap favorit. Waktu saya masuk universitas dan meminta keringanan UKT, ada petugas yang  mensurvey apakah benar calon mahasiswa tersebut perlu menerima keringanan UKT atau tidak. Saya rasa survey lapangan ini sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi kecurangan penggunaan surat miskin.


Berbagai upaya dilakukan oleh para orang tua murid agar anak-anaknya tetap dapat bersekolah di sekolah favorit. Hal lain yang banyak dilakukan selain menggunakan SKM (padahal jelas-jelas tidak miskin), piagam lomba palsu untuk menambah poin adalah, mengganti Kartu Keluarga. 
Banyak anak yang dipindah KK oleh orang tuanya ke tempat saudara atau kerabat yang rumahnya lebih dekat dengan lokasi sekolah favorit.


Siasat-siasat tersebut saya rasa berhubungan kuat dengan stigma masyarakat bahwa anaknya harus menjadi murid di sekolah favorit di kotanya. Ada semacam "ketidakpercayaan" dengan sekolah yang berada dekat dengan rumahnya sendiri.

Di tahun-tahun lalu, hal ini mungkin ada benarnya. Semua calon murid dengan kualitas baik berlomba-lomba ke sekolah favorit di pusat kota, sedangkan murid yang "biasa saja" akan menerima saja sekolah di dekat rumahnya. Tentu ini menjadi ketimpangan akademis dan menjadikan sekolah-sekolah di pinggiran kekurangan murid dengan kualitas baik. Nah, tujuan dari kebijakan ini diharapkan menghindari fenomena seperti itu. Semua sekolah harapannya semakin lama akan memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda. Saya hanya berdoa semoga para orang tua semakin paham dengan konsep keadilan sosial ini. Tentu dalam praktiknya tidak bisa langsung mencapai keadilan itu.

Mungkin kebijakan ini juga dapat merugikan oknum-oknum tertentu yang sering terlibat "jalur belakang" untuk memasukkan murid ke sekolah favorit. Sehingga pasti akan tetap banyak yang kontra :)

Jujur, sebagai salah satu alumni sekolah di pusat kota, saya akan merasa sedikit "wah SMP dan SMA saya nanti mungkin nggak akan sebagus waktu saya sekolah dulu" karena anak-anak baiknya sudah lebih terdistribusi ke sekolah lain. Perasaan superior karena telah menjadi murid atau alumni SMP x atau SMA x lama-lama akan pudar mungkin (?) hehehe. Tapi ini tentu untuk kebaikan bersama :)
Kembali lagi ke dasar negara kita, di Sila kelima yang berbunyi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.


Semoga masyarakat semakin mengerti bahwa pendidikan yang setara adalah hak setiap murid dimanapun ia tinggal. Meskipun ini juga tidak bisa terjadi dalam waktu yang cepat. Untuk itu, saya menulis ini, harapannya ingin memberi sedikit gambaran tentang kondisi sekolah dan pendidikan di negeri kita. Saya ingin membantu menghilangkan stigma sekolah favorit yang selama ini terlalu dominan. Yang tidak jarang membuat calon murid juga tertekan karena merasa bersekolah di tempat yang dianggap buruk. Harapannya, tidak ada lagi fenomena dominasi yang terlalu besar untuk sekolah-sekolah negeri di Indonesia.

Tentunya Pemerintah juga harus bekerja lebih keras untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat. Sistem Zonasi perlu ditingkatkan dengan melakukan penyebaran sarana pendidikan secara lebih merata. Tidak hanya sarananya namun juga prasarananya, pengajar yang berkompeten di setiap sekolah, dukungan yang sama untuk tiap sekolah baik secara materiil maupun imateriil.

Ada harga yang perlu dibayar untuk mensejahterakan masyarakat dengan lebih merata. Kembali ke dasar negara kita Sila ke-5.

Wednesday, 1 November 2017



masih tentang Bandung.
“seneng kan, liat anak-anak pada lari larian pulang sekolah. akhirnya Bandung merasakan punya alun-alun...” Pak RK

few days ago, I attended a lecture with this city mayor, pak @ridwankamil. I’m already amazed with his works when I stayed about 2 months there. dan setelah mendengar cerita beliau, ide-ide dan latar belakang beliau dibalik fisik yg saya liat kemarin, I’m more amazed. ngefans pisan lahh sama bapak satu ini ❣️

Kang Emil adalah satu dr beberapa orang yg memegang teguh pemikiran,
“kalau mau jadi pemimpin, harus selesai dulu sama dirinya sendiri”. dosen saya pernah juga ada yg bilang begini. dan saya bahagia ketika ada pemimpin daerah yg jadi dan berangkat dr pemikiran ini. niat beliau masuk ke ranah kepemimpinan bukan buat cari nafkah, tp ya utk mengabdi. jadi pemimpin itu amanah, bukan cari nafkah.

udah gitu, pak emil ga hanya bagus niatnya. kebetulan dr segi ilmu, beliau jg cukup ideal. dosen sy juga pernah bilang, “masuk lah kalian ke politik. jadilah pemimpin. biar nggak gemes kaya saya”. dosen sy ini banyak melakukan studi2 pembangunan kota utk pemerintah, tapi banyak studinya yg berakhir di lemari, cuma utk menghabiskan anggaran katanya. gak diimplementasikan. walau tetep ada sih, sedikit yg diimplementasikan.

“kalau kalian ga jadi kepala daerah dek, ya kalian hanya merencana merencana, gak tau kapan rencana kalian itu dipakai”. mungkin kalau di New York, planner Amanda Burden gak perlu jadi walikota untuk mewujudkan rencananya. karena cukup jd komisioner di bidang perencanaan, walikota NY udah percaya dan bs mengimplementasikan rencana dia. beda dengan disini. rasanya kalau belum disuruh kepala daerah, ya sulit lah dilakukan apalagi masih banyak yg awam tentang bidang Perencanaan Wilayah & Kota di Indonesia. siapa itu planners, mau ngapain sih mereka.

boro-boro dipercaya utk jadi pemimpin, kalau blg dari jurusan PWK aja kadang masih... “ha apa itu mbak pwk?” *yah jd curhat wkwk maafkan :(

oke, balik lagi. iya, jd saya gak mengharuskan pemimpin itu orang pwk. selama pemimpin itu punya niat untuk mengabdi dan bukan mencari nafkah, mau mendengar masukan dari ahli dan praktisi sesuai bidang masing2, ya its okay. we need a leader like that.

beliau tau kalau jd pemimpin model apapun, akan tetep ada yg gak suka. just like my favorite quote:

“you can be the ripest, juiciest peach in the world, but there will always be someone who hates peaches” - Dita Von Teese.

mungkin kalian banyak yg “apaan sih lebay bgt muji2 kang emil terus”. but I think he deserves it sih... karena udah banyak juga kok yg mengkritik dan menjelekkan kang emil hehe. bukan saya anti kritik ya, sy percaya semua hal pasti perlu kritik. cuma, saya rasa pemimpin2 kaya beliau patut diapresiasi dan dipromosiin terus, biar orang2 seperti dia yg mungkin belum berani muncul ke publik berani muncul, berani maju menjadi pemimpin dengan ilmu, bukan dengan cara menjamu.

ku rasa perlu untuk menyampaikan ini, kemarin baru dipacu dosen buat berani lagi menyampaikan hal2 spt ini... menyampaikan kegelisahan kami sebagai masyarakat yg berdoa akan ada lagi pemimpin-pemimpin seperti Kang Emil yang muncul di Indonesia :)

Saturday, 4 October 2014

Konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Misalnya, berubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi lindung menjadi lahan pemukiman. Konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. (Soemarmo, Prof, Dr. 2013)

Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi menjadi salah satu faktor pendorong timbulnya urban sprawl di Semarang. Daerah suburban mengalami pemekaran. Akhirnya, terjadi konversi lahan dari lahan pertanian dan konservasi menjadi kawasan perumahan (M.D, Raditya, 2009)

Gb 1. Konversi Lahan Sawah menjadi Pemukiman
sumber: http://mediabisnisdaily.com
Salah satu kasus konversi lahan yang hingga kini masih terjadi ada di Kota Semarang. Tepatnya di Kecamatan Mijen. Hutan Karet di Kawasan BSB ternyata tidak hanya menjadi hutan produksi bahan baku karet namun juga berfungsi sebagai resapan air, pengatur iklim serta menjadi paru-paru bagi lingkungan sekitarnya. Meskipun belum seluruh hutan karet hilang tetapi dari master plan BSB City, hampir 1000 hektar areanya akan menjadi area terbangun.

Gb 2. Master Plan BSB City
sumber: http://skyscrapercity.com
Hingga kini, sudah ada banyak perumahan yang beroperasi di area BSB City. Diantaranya Graha Taman Bunga, Graha Taman Pelangi, Puri Arga Golf, Beranda Bali, dan Perumahan Jatisari. Ada pula beberapa unit ruko, kawasan industri, SPBU, Sekolah Marsudirini, Sekolah Al-Azhar dan Lakers' Sport Centre. Ditambah lagi kini developer dari Ciputra Group mulai membangun kawasan baru yaitu Citraland BSB City. Konsep yang diusung oleh BSB memang bukan hanya sekadar perumahan tetapi sebuah kota baru.

Gb 3. Landscape Perumahan Citraland BSB City
sumber: http://citralandbsbcity.com
Gb 4. Gerbang Utama Citraland BSB City
sumber: http://johansurya.com
Memang, dengan adanya kawasan BSB City ini, kebutuhan pemukiman penduduk kota Semarang dapat terpenuhi dan tidak hanya terpusat di Kota Semarang. Pembangunan jalan di kawasan BSB City juga menguntungkan masyarakat yang tinggal di Kecamatan Mijen, Cangkiran hingga arah Boja. Tanpa harus menjadi penghuni perumahan BSB City, mereka dapat ikut menggunakan infrastruktur yang dibangun oleh BSB City. Bahkan karena berkembangnya kawasan ini, Pemerintah Kota Semarang menambah rute Bus Rapid Transport (BRT) dari Bandara ke Cangkiran. Hal tersebut merupakan salah satu dampak positif adanya pembangunan di kawasan BSB City ini.

Tetapi kembali lagi ke masalah konversi lahan, area hutan karet yang terkonversi untuk melakukan pembangunan ini tidaklah sedikit. Ratusan hektar hutan karet ini mengalami deforestasi. Getah karet adalah getah yang di ambil dari pohon karet yang mana dapat di jadikan berbagai kebutuhan manusia dengan hasil mentah sekali panen mencapai 49kg dalam 1 bulan, 10 kali panen. (Harpanto, Oky. 2012). Dari segi ekonomi, ini menyebabkan petani karet merugi dan bahkan kehilangan pekerjaannya. Dari segi sosial pun, masyarakat yang hidup di daerah Kedungpane, Mijen berubah gaya hidupnya menjadi lebih urban dari gaya hidup rural mereka sebelumnya.

Gb 5. Anak-anak Bersepeda di Hutan Karet
sumber: http://panoramio.com
Efek lingkungan yang mungkin sudah dirasakan dari berkembangnya kawasan BSB City ini adalah pada saat musim hujan. Aliran air pada saat hujan mengalir deras ke Ngaliyan dan bahkan beberapa kali menyebabkan genangan yang cukup banyak. Efek lain adalah dari segi suhu serta cuaca. 5-10 tahun lalu, bertempat tinggal di Ngaliyan tidak membutuhkan pendingin ruangan. Hawa panas saat siang hari masih dapat diatasi hanya dengan kipas angin. Pada malam hari pun, suhu sudah terasa dingin tanpa menggunakan pendingin apapun. Namun sekarang, tidur malam hari tanpa pendingin ruangan atau kipas angin bisa membuat kita sampai berkeringat saat bangun pagi harinya. Efek diatas adalah beberapa efek yang dirasakan secara pribadi oleh penulis yang bertempat tinggal di Ngaliyan sejak 18 tahun lalu.

Gb 6. Area Hutan Karet yang Masih Tersisa di BSB
sumber: http://bungaliani.wordpress.com
Memang, pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan penunjang hidup tidak dapat kita tekan atau batasi. Disinilah tantangan bagi para perancang kota untuk dapat menciptakan sebuah kota yang mampu menampung kebutuhan masyarakatnya namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Salah satu hal yang harus diperhatikan dari sebuah kawasan perdagangan adalah lahan parkir. Terutama bagi kawasan perdagangan yang tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat lokal namun, juga bagi para wisatawan. Lahan parkir merupakan salah satu komponen penting bagi kawasan perdagangan yang ramai pengunjung. Salah satu kawasan perdagangan yang akan penulis bahas kali ini adalah pusat oleh-oleh Kota Semarang di sepanjang Jalan Pandanaran.

Gb. 1 Alih Fungsi Jalan Raya menjadi Lahan Parkir
sumber: http://jateng.tribunnews.com 

Sebagai pusat oleh-oleh, Jalan Pandanaran akan selalu dipadati pengunjung tidak hanya masyarakat lokal namun juga wisatawan dari luar kota maupun luar negeri. Banyaknya pengunjung yang menuju ke kawasan ini sebanding dengan banyaknya kendaraan yang datang. Wisatawan yang berkunjung ke pusat oleh-oleh Pandanaran tidak hanya wisatawan dengan kendaraan pribadi. Ada pula beberapa kelompok tur yang menggunakan bus cukup besar menurunkan para wisatawannya di Jalan Pandanaran untuk berburu oleh-oleh. Karena ukuran dan keterbatasan gerak, bus-bus besar ini pun hanya asal parkir di sepanjang Jalan Pandanaran. Padahal, jika bus parkir tepat di depan toko oleh-oleh, ini akan memakan separuh lajur jalan. Kendaraan dari arah Timur ruas Jalan Pandanaran yang seharusnya terbagi menjadi dua sampai tiga lajur, menyempit menjadi satu lajur dan terjadilah kemacetan.

Tidak hanya bus. Kendaraan-kendaraan pribadi pun mengalami kendala yang sama dalam masalah parkir di pusat oleh-oleh Pandanaran. Lajur parkir yang sudah disiapkan pemerintah banyak digunakan oleh pedagang kaki lima untuk menjual dagangannya. Ini juga membuat parkir mobil menjadi melebar ke jalan raya dan cukup menghalangi arus kendaraan yang melintas.

Di samping sebagai pusat oleh-oleh, Jalan Pandanaran juga merupakan jalan utama di Kota Semarang yang menghubungkan Kawasan Simpang Lima dan Area Tugu Muda. Jalan Pandanaran juga merupakan akses utama dari Semarang Timur menuju Semarang Barat. Sehingga, volume arus kendaraan yang melewati jalan ini pun terbilang cukup padat pada jam-jam tertentu.

Gb 2. Toko Oleh-Oleh Berjajar di Sepanjang Jalan Pandanaran
sumber: http://www.petualanganveri.com
Pemerintah Kota Semarang telah memiliki trik untuk menata supaya pusat oleh-oleh Pandanaran tidak lagi mengalami permasalahan parkir dan menyebabkan kemacetan. Menurut Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, Pemerintah akan menyediakan lahan parkir di titik-titik tertentu diluar Jalan Pandanaran seperti Museum Mandhala Bakti. Kemudian akan ada shuttle bus dari titik parkir yang mengantarkan pengunjung ke tempat oleh-oleh yang mereka tuju. (sumber: http://semarang.solopos.com/2014/08/15/tata-ruang-kota-ini-trik-pemkot-semarang-atasi-kemacetan-di-sentra-belanja-526905, 05/10/2014)

Gb 3. Keramaian Lalu Lintas di Jalan Pandanaran
sumber: http://media-cdn.tripadvisor.com
Namun, pengamat perkotaan Kota Semarang, M. Farkhan berpendapat bahwa tidak perlu menyediakan lahan-lahan parkir diluar kawasan Jalan Pandanaran tetapi, Jalan Pandanaran sebaiknya dikonsep menjadi city walk. Konsep city walk dan parkir jalan inspeksi dinilai lebih murah dan efisien daripada harus menyediakan anggaran lagi untuk shuttle bus dan perawatannya. (sumber: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2014/08/16/213234/Jalan-Pandanaran-Harus-Dikonsep-City-Walk, 05/10/2014)

Sayangnya, hingga kini, belum ada trik dan konsep yang terealisasi untuk mewujudkan Jalan Pandanaran yang lebih teratur dan tidak menimbulkan kemacetan. Meskipun kemacetan di Jalan Pandanaran tidak terjadi setiap saat, alangkah baiknya jika trik dan konsep yang ada segera dirundingkan supaya dapat terealisasi.


Tuesday, 30 September 2014

Halo Selamat Siang!
Nggak lengkap rasanya kalau bikin blog baru tanpa dikasih posting sambutan gini hihihi.
Wah, saya sudah jadi MABA nih. Mahasiswa Baru.
Baru mahasiswa.
Baru masuk universitas.
Baru merasakan kuliah.
Baru kenal dosen.
Pokoknya serba baru deh.


Saya mau cerita sedikit nih, kenapa bisa ada di Planologi Undip.
Jadi, selain disarankan sama Bapak, saya juga cari-cari tentang Teknik PWK atau Planologi di google.
Planologi?
Perencanaan wilayah dan kota?
tapi teknik?
Awalnya saya sempat ragu buat daftar Plano. Karena ketidaktahuan saya, saya pikir semua teknik akan seperti sipil, elektro, mesin dan sebangsanya. Penuh hitungan dan fisika.
Padahal, jujur saja saya nggak tertarik sama matematika dan nggak terlalu jago IPA.
Tapi waktu SMA juga IPA sih... tapi ya sudahlah.


Kemudian saya makin hari makin mantap mendaftar di Planologi.
Karena, menurut saya, Planologi adalah cabang ilmu yang lingkupnya luas. Walaupun teknik, tapi juga ada unsur-unsur sosial di dalamnya.
Banyak perpaduan antara geografi dan IT. Wah, itu minat saya banget.
Akhirnya saya mencari-cari info tentang Planologi sebelum pengumuman PTN keluar.
Ya, saya jadi semakin tertarik dan tertantang di jurusan ini.
Semoga semangat saya nggak hanya di awal tapi, sampai akhir nanti bisa menjadi berguna bagi masyarakat dengan ilmu yang saya dapatkan. Aamiin...


Oh ya satu lagi, tujuan utama membuat blog ini sebenarnya adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Informasi :)
Tapi harapan saya, karena sudah jadi mahasiswa, semoga blog ini bisa terus dikembangkan dan memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Sebelum saya menutup, saya ingin menyampaikan beberapa opini tentang tata ruang.
Karena masih maba dan memang belum banyak diajarkan, mungkin opini ini hanya dari perspektif masyarakat umum saja :)

Tata ruang. Setahu saya, tata ruang adalah bagaimana kita menyusun dan menata, membuat sebuah pola di ruang yang ada. Ruang-ruang tersebut dapat berupa daratan, air, maupun udara. Lingkup ruang pun mulai dari pedesaan, kota, regional dan nasional.
Kalau menurut saya, jujur saja Indonesia belum bisa menata ruang yang ada seperti negara-negara lain. Sebut saja negara tetangga terdekat kita, Malaysia.
Meski saya belum pernah kesana tapi, menurut cerita dari saudara, teman dan dosen, negaranya tertata dengan baik dan rapi. Tidak akan ada pemukiman kumuh di samping rel kereta api atau di bantaran sungai yang sampai kini masih ada di Indonesia. Banyak memang jika dibahas satu per satu mengenai tata ruang di Indonesia.


Harapan saya, setelah saya mulai belajar di Planologi, saya dapat berkontribusi secara nyata dan kontinyu dalam perbaikan tata ruang dan tata wilayah di Indonesia.


Sekian. Selamat membaca blog ini, semoga bermanfaat!


 
Twitter Facebook Tumblr Last FM Flickr